Peta Cerita – Kematian Dokter Risma, residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), menyisakan duka mendalam. Fakta terbaru yang terungkap menunjukkan bahwa Dokter Aulia Risma diduga dipalak sebesar Rp40 juta per bulan untuk membiayai kebutuhan seniornya di PPDS Anestesi.
Fakta ini terungkap setelah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan investigasi mendalam terkait dugaan bullying dalam kasus kematian Dr. Aulia. Juru Bicara Kemenkes, dr. Mohammad Syahril, mengungkapkan bahwa permintaan uang kepada Dr. Aulia berkisar antara Rp20 hingga Rp40 juta per bulan, berlangsung selama sekitar dua tahun.
“Simak Juga: PPDS Anestesi FK Undip Bunuh Diri, Dugaan Bullying Merebak”
Permintaan uang tidak resmi ini dimulai ketika Dr. Aulia masih semester 1 pada Juli hingga November 2022. Ternyata, tidak hanya Dr. Aulia yang mengalami hal ini, tetapi juga residen seangkatan almarhumah. Bahkan, Dr. Aulia ditunjuk oleh teman-teman seangkatannya sebagai bendahara untuk mengumpulkan pungutan ilegal dari rekan-rekannya.
Pungutan ini digunakan untuk membiayai kebutuhan non-akademik senior, seperti membayar penulis lepas untuk naskah akademik, menggaji petugas kebersihan, dan berbagai kebutuhan lainnya. Selain itu, uang tersebut juga digunakan untuk keperluan pribadi senior yang tidak terkait dengan pendidikan. Jumlah pungutan yang besar diduga menjadi salah satu penyebab tekanan yang dialami Dr. Aulia selama menjalani PPDS Anestesi, serta kesulitan dalam memenuhi kewajiban finansial ini.
Dr. Aulia tidak menyangka adanya pungutan dengan nilai yang sangat tinggi. Kemenkes telah menyerahkan bukti dan kesaksian mengenai pemalakan ini kepada aparat kepolisian untuk diproses lebih lanjut. Keberadaan pungutan tersebut menggarisbawahi perlunya reformasi dalam sistem pendidikan kedokteran untuk mencegah praktik serupa di masa depan.
Kemenkes menegaskan bahwa proses investigasi terkait dugaan bullying dan pemalakan masih terus berlanjut bersama pihak kepolisian. Investigasi ini diharapkan dapat mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi almarhumah serta mencegah kasus serupa di masa depan.
Pihak berwenang terus bekerja keras untuk menangani kasus ini dan memastikan bahwa setiap pelanggaran hukum ditindaklanjuti secara adil. Keberhasilan dalam menyelesaikan kasus ini akan menjadi langkah penting dalam reformasi dan pengawasan dalam program pendidikan kedokteran di Indonesia.
“Baca Juga: Unpad dan RS Hasan Sadikin Ungkap Kasus Pemerasan di PPDS”