Peta cerita – Krisis Tekstil, Aliansi pekerja dan industri kecil menengah (IKM) tekstil melakukan aksi protes di depan kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta Pusat, menyoroti dampak buruk dari impor tekstil ilegal yang marak belakangan ini.
Pada Rabu (17/7/2024), ratusan pekerja tekstil berkumpul di depan kantor Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, dengan tuntutan untuk bertemu langsung dan mencari solusi terhadap banjirnya impor tekstil ilegal. Mereka mengkritik keras pemerintah atas kebijakan yang dinilai gagal melindungi industri dalam negeri dari persaingan tidak sehat dengan produk impor ilegal, terutama dari China.
Aksi ini muncul sebagai respons terhadap penutupan perusahaan tekstil dalam skala besar hingga IKM. Serta pemutusan hubungan kerja (PHK) yang meluas dalam dua tahun terakhir. Menurut para demonstran, lebih dari 18.000 pekerja telah kehilangan pekerjaan. Mereka karena tidak mampu bersaing dengan produk tekstil impor ilegal yang masuk ke pasar domestik dengan harga yang lebih murah.
Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) di bawah Kemenkeu menjadi sorotan dalam aksi ini. Dengan tuntutan agar lebih efektif dalam melindungi pasar domestik dari produk impor ilegal. Mereka menyerukan Sri Mulyani untuk bertanggung jawab atas kebijakan impor tekstil yang dianggap merugikan industri dalam negeri.
Pemerintah merespons Krisis Tekstil ini dengan merencanakan penerapan aturan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD). Untuk melindungi industri tekstil dalam negeri. Meskipun rencana ini sudah menjadi rekomendasi sejak 2022. Implementasinya terhambat oleh proses administratif yang lambat, termasuk penandatanganan Sri Mulyani atas regulasi yang diusulkan.
“Simak juga: Kasus Korupsi Gerobak UMKM, Penetapan Tersangka dan Pengembangan Kasus”
Sekretaris Jenderal Apsyfi Redma Gita Wirawasta menekankan urgensi untuk segera mengesahkan aturan perlindungan ini. Sebelum lebih banyak perusahaan dan pekerja terdampak. Dia menyoroti pentingnya tindakan cepat dari pihak berwenang untuk menghindari lebih banyak kehilangan lapangan kerja dan penutupan pabrik di sektor tekstil.
Kontroversi ini menggambarkan tekanan yang dihadapi Sri Mulyani dan pemerintah terkait perlindungan industri dalam negeri dari serbuan impor ilegal. Dengan terus meningkatnya tekanan dari publik dan industri, langkah-langkah konkret dan tepat waktu diperlukan untuk mengatasi krisis ini sebelum lebih banyak kerugian ekonomi dan sosial terjadi.