Peta cerita – Pengamat ekonomi politik, Salamuddin Daeng, mengungkapkan kekhawatirannya mengenai persoalan denda beras impor yang mengancam potensi kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah. Hal ini menjadi perhatian utama setelah terungkapnya adanya 1.600 kontainer berisi beras yang sempat tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Menurut Daeng, masalah ini tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga berpotensi membahayakan kesejahteraan petani lokal.
Salamuddin Daeng menekankan pentingnya pengusutan tuntas terhadap kasus ini. Ia mengatakan, “Aparat penegak hukum harus punya perspektif menyelamatkan petani. Jadi serius menangani masalah skandal demurrage ini.” Daeng menilai bahwa tindakan impor beras saat masa panen petani adalah sebuah kejahatan yang merugikan petani dan mengancam kedaulatan pangan nasional. “Harus diusut tuntas. Legal saja kejahatan kalau sekarang di saat panen, apalagi ilegal,” tambahnya.
Masalah ini semakin krusial mengingat harga gabah petani yang anjlok jauh di bawah harga tahun lalu. Daeng mengingatkan bahwa pemerintah seharusnya fokus membantu petani dengan tidak melakukan impor beras di masa panen. “Sementara sekarang harga gabah petani anjlok, jauh dibawah harga gabah tahun lalu. Seharusnya pemerintah membantu petani dengan tidak impor beras di masa panen,” tandasnya.
“Baca juga: Ekspor Pati Sagu Indonesia di Bawah Malaysia”
Menurut data dari Kementerian Perindustrian, terdapat sekitar 26.425 peti kemas yang masih tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Dari jumlah tersebut, 1.600 di antaranya diduga merupakan beras impor. Keterlambatan pengeluaran kontainer ini tentunya menambah beban biaya yang harus ditanggung, yang pada akhirnya berimbas pada harga beras dan kestabilan pasokan pangan.
Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Mohammad Suyamto, memberikan klarifikasi bahwa sejak akhir Mei, tidak ada kontainer Bulog yang tertahan di pelabuhan. “Sejak akhir Mei sudah tidak ada kontainer Bulog yang tertahan di pelabuhan. Semua sudah ditarik masuk gudang,” ujarnya saat dihubungi oleh Kompas.com.
Dalam kasus ini, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) telah melaporkan Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu, 3 Juli 2024. Laporan tersebut mencakup dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat denda demurrage di pelabuhan. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa proses impor beras dilakukan dengan transparan dan tidak merugikan negara maupun petani.
“Simak juga: Kimia Farma Menghadapi Tantangan Strategis”
Dengan berbagai persoalan yang dihadapi, pengusutan tuntas terhadap denda beras impor dan masalah terkait lainnya sangat penting untuk menjaga kepentingan nasional. Pemerintah dan aparat penegak hukum diharapkan dapat menyelesaikan masalah ini dengan serius dan adil, serta memastikan bahwa kebijakan impor beras tidak merugikan petani lokal atau menambah beban keuangan negara.
Langkah-langkah yang diambil dalam menangani kasus ini akan menjadi indikator penting dalam pengelolaan pangan dan keuangan negara ke depan. Apakah pemerintah akan mengambil langkah konkret untuk melindungi petani dan mengatasi potensi kerugian negara? Jawaban atas pertanyaan ini akan sangat mempengaruhi kestabilan sektor pertanian dan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang.