Peta cerita – Pemerintah Indonesia baru-baru ini mengambil langkah besar dalam meningkatkan kualitas kesehatan anak-anak dengan sahkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/2197/2023 tentang Formularium Nasional. Keputusan ini secara resmi mencantumkan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) sebagai obat yang dijamin dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Ini adalah perkembangan signifikan bagi bayi yang lahir prematur atau dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) serta anak-anak dengan penyakit langka.
Dalam rangka mencegah stunting dan malnutrisi pada bayi yang lahir prematur atau dengan BBLR, serta anak-anak dengan kelainan metabolik langka, pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk menyertakan PKMK dalam Formularium Nasional. Keputusan ini sangat penting karena PKMK adalah bentuk terapi yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) dan United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) untuk menangani penyakit langka dan kelainan metabolisme bawaan.
Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) dirancang untuk bayi yang tidak dapat mengonsumsi air susu ibu (ASI) karena kelainan metabolik. Dengan adanya PKMK, diharapkan dapat mengurangi potensi terjadinya stunting. Dan memberikan dukungan nutrisi yang tepat untuk bayi dan anak-anak yang membutuhkannya.
“Baca juga: Sarang Burung Walet, Rahasia Alami untuk Kulit Berseri”
Keputusan untuk memasukkan PKMK dalam formularium nasional memberikan harapan baru bagi para penderita penyakit langka di Indonesia. Ketua Yayasan Mucopoly Sacharidosis (MPS) dan Penyakit Langka Indonesia, Peni Utami, menyambut baik langkah pemerintah ini. “Kami sangat menghargai upaya pemerintah untuk menyertakan PKMK dalam formularium nasional. PKMK ini bertujuan untuk menyelamatkan jiwa pasien,” ungkap Peni.
Menurut Peni, di Indonesia, PKMK masih sulit didapatkan dan harganya sangat mahal. “Oleh sebab itu, pihaknya tengah memperjuangkan agar PKMK bisa dijamin oleh pemerintah sebagai hak setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai,” tambahnya. Dengan disertakannya PKMK dalam Formularium Nasional, diharapkan biaya pengobatan dapat lebih terjangkau bagi keluarga yang membutuhkan.
Kasus prematur atau berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki prevalensi yang cukup tinggi di Indonesia. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menunjukkan bahwa 11,1 persen bayi di Indonesia lahir dengan periode waktu kurang dari 37 minggu. Yang berpotensi menyebabkan berbagai masalah kesehatan termasuk stunting.
Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) adalah salah satu terapi yang direkomendasikan untuk menangani bayi dengan kondisi ini. PKMK bertujuan untuk menyelamatkan jiwa pasien serta mengurangi risiko terjadinya stunting. Terapi ini menjadi salah satu solusi vital bagi bayi prematur dan anak-anak dengan kelainan metabolik langka yang membutuhkan dukungan nutrisi khusus.
Kepala Pusat Penyakit Langka RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, dr. Damayanti Rusli Sjarif. Menjelaskan bahwa pasien penyakit langka di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan. “Apalagi biaya penanganan penyakit langka relatif mahal, padahal terdapat beberapa penyakit langka yang dapat diobati dengan PKMK ini,” katanya.
Biaya untuk PKMK dapat mencapai Rp 4 hingga 5 juta per pasien per bulan, yang membuat terapi ini sulit diakses oleh banyak keluarga. “Biaya yang diperlukan untuk PKMK ini bisa mencapai Rp 4 hingga 5 juta per pasien per bulan. Sehingga perlu dukungan agar pasien penyakit langka bisa hidup menjadi SDM yang berkualitas dan bebas malnutrisi atau stunting,” ujar Damayanti.
Harapan besar ada pada langkah pemerintah yang telah menyertakan PKMK dalam Formularium Nasional. Karena hal ini dapat membantu mengurangi kejadian stunting dan memberikan pengobatan yang lebih baik bagi penderita penyakit langka.
“Simak juga: Pisang, Segudang Manfaat untuk Kesehatan Jantung”
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, Eva Susanti, mengungkapkan bahwa 50 persen penyandang penyakit langka adalah anak-anak. Namun hanya 5 persen obat-obatan untuk penyakit langka yang tersedia. Eva menyebutkan berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi ini, tetapi masih diperlukan penguatan surveilans. Deteksi dini, dan tata laksana yang tepat untuk setiap kasus.
Penyakit langka adalah penyakit yang memiliki prevalensi rendah, sekitar 1 dari 2.000 populasi. Namun dapat mengancam jiwa atau mengganggu kualitas hidup. Sekitar 80 persen kasus penyakit langka disebabkan oleh kelainan genetik, dan 30 persen kasus berakhir dengan kematian sebelum usia 5 tahun. Beberapa penyakit langka yang ada di Indonesia termasuk Mukopolisakaridosis (MPS) tipe II atau sindrom Hunter. Maple Syrup Urine Disease (MSUD), dan Glucose-galactose malabsorption syndrome, yang memiliki jumlah pasien sangat terbatas.
Dengan disahkannya PKMK sebagai bagian dari Formularium Nasional, pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kualitas hidup anak-anak. Khususnya mereka yang lahir prematur atau dengan kelainan metabolik langka. Langkah ini diharapkan dapat memberikan akses yang lebih baik terhadap pengobatan dan mengurangi prevalensi stunting serta malnutrisi di kalangan bayi dan anak-anak. Dukungan berkelanjutan dari pemerintah dan masyarakat akan sangat penting untuk memastikan efektivitas kebijakan ini. Dan memberikan dampak positif yang maksimal bagi kesehatan anak-anak di seluruh Indonesia.